SELAMAT DATANG Semoga blog ini bermanfaat bagi anda

Sabtu, 20 November 2010

E-LEARNING BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF (MMI) SEBAGAI INOVASI PROSES PEMBELAJARAN FISIKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat, terutama teknologi informasi. Fenomena tersebut menimbulkan berbagai macam perubahan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hal ini juga memberikan pengaruh besar terutama dalam perkembangan dunia pendidikan. Dengan komputer sekarang semuanya menjadi lebih mudah. Dahulu proses belajar hanya dari buku-buku dan guru, sekarang dengan teknologi internet kita dapat belajar lebih banyak dan mendapatkan informasi apapun yang kita inginkan. Proses kegiatan belajar-mengajarpun menjadi lebih mudah, yang dulu bersifat konvensional, kini dengan kemajuan teknologi sekarang mulai beralih ke arah digital.
Menurut Rosenberg (Gunawan, 2008) terdapat lima pergeseran dalam proses pembelajaran dengan berkembangnya penggunaan teknologi informasi yaitu, (1) dari pelatihan ke penampilan,
(2) dari ruang kelas ke dimana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “online” atau saluran, (4) dari fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Di Indonesia sendiri beberapa cara dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi (Information and Communication Technology/ICT) dalam menemukan metode-metode yang tepat dan cocok untuk karakteristik siswa-siswa indonesia, dimana metode tersebut dapat bermanfaat dan membantu terjadinya proses pembelajaran yang lebih baik. Dengan adanya inovasi sistem pembelajaran yang baik diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang ada di Indonesia saat ini. Salah satu metode yang memanfaatkan teknologi informasi ini adalah metode e-learning.
Dengan e-learning, pembelajaran untuk suatu bahan/materi pelajaran dapat diakses dimanapun dan kapanpun, hanya cukup dengan syarat ada komputer dan terhubung ke jaringan internet. Pembelajaran e-learning berbasis teknologi multimedia merujuk pada penggunaan teknologi berbasis suara, gambar diam, dan gambar gerak serta perpaduan suara dengan gambar diam maupun gambar gerak memungkinkan siswa untuk mendengar, melihat, dan terlibat tentang apa-apa yang dipelajari (interaktif).
Dalam multimedia interaktif, materi pelajaran dapat dipelajari sendiri karena terdapat feedback sehingga siswa dapat mengikuti dan mengembangkan pola, cara dan sikap belajar sendiri tanpa dibatasi oleh jadwal pertemuan atau ruang kelas (fleksibel) dan dilengkapi animasi yang cukup menarik. Sehingga siswa akan termotivasi dalam belajarnya karena penyajiannya yang seperti permainan. Selain itu, sesuatu hal yang baru biasanya membuat seseorang lebih tertarik untuk mengetahui dan mencobanya. Apalagi dengan kemajuan teknologi, siswa akan merasa tertantang untuk mampu menggunakannya
Pada pembelajaran fisika kehadiran media pembelajaran sudah menjadi suatu keharusan, khususnya e-learning berbasis multimedia interaktif (MMI). Salah satu alasannya karena pada fisika banyak konsep-konsep yang bersifat abstrak. Kurangnya penggunaan media dalam proses pembelajaran fisika, dapat mengakibatkan komunikasi guru dalam menyampaikan materi ajar ke siswa berlangsung secara tidak efektif dan efisien. Sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan pemahaman konsep fisika antar guru, siswa, kesulitan siswa dalam memahami fisika, rendahnya keterampilan berpikir kreatif dan kritis siswa dan lain-lain. Jika dibiarkan dapat mengakibatkan rendahnya kualitas proses belajar siswa yang berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika.

1.2. Masalah
Dari uraian di atas timbul permasalahan yaitu bagaimanakah perkembangan e-learning berbasis multimedia interaktif (MMI) dalam perkembangan proses pembelajaran yang inovatif? dan bagaimanakah kelebihan dan kekurangan e-learning berbasis multimedia interaktif (MMI) sebagai model pembelajaran yang inovatif?
1.3. Prosedur Pemecahan Masalah
Prosedur pemecahan masalah dalam makalah ini, penulis mengungkapkan bahwa e-learning berbasis multimedia interaktif (MMI) sebagai model pembelajaran baru (inovatif) mengalami perkembangan yang begitu pesat. E-learning dengan segala kelebihan dan kekurangannya dapat memberikan sumbangsih perkembangan dalam dunia pendidikan sekarang ini khususnya dalam pembelajaran fisika.
1.4. Sistematika Uraian
Makalah ini tersusun dari tiga bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, masalah, prosedur pemecahan masalah, dan sistematika uraian. Bab kedua adalah isi yang membahas mengenai: e-learning berbasis multimedia interaktif (mmi), pembelajaran fisika berbantuan komputer, ciri-ciri program multimedia pembelajaran interaktif, kelebihan dan kekurangan dari e-learning. Pada bab ketiga adalah kesimpulan, yang menyimpulkan hasil pembahasan dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. E-Learning Berbasis Multimedia Interaktif (MMI)
Definasi e-learning atau electronic learning ini seringkali berubah-ubah selaras dengan kemajuan teknologi pada masa kini. Secara umumnya, e-learning didefinisikan sebagai upaya menghubungkan pembelajar (siswa/siswa) dengan sumber belajarnya (database, pakar/instruktur, perpustakaan) yang secara fisik terpisah atau bahkan berjauhan namun dapat saling berkomunikasi, berinteraksi atau berkolaborasi (secara langsung/ synchronous dan secara tidak langsung/asynchronous) (Udin Saefudin, 2008). E-learning merupakan bentuk pembelajaran/ pelatihan jarak jauh yang memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi, misalnya internet, video/audiobroadcasting, video/audioconferencing, CD-ROM (secara langsung dan tidak langsung).
Jaya Kumar C. Koran, mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong, mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya (Asep Herman Suyanto, 2005).
Rosenberg dalam gunawan (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell, yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning. Bahkan Onno W. Purbo menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet (Asep Herman Suyanto, 2005).
Kegiatan e-learning termasuk dalam model pembelajaran individual. Menurut Loftus (2001) dalam Siahaan (2002) kegiatan e-learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan kegiatan belajar pada pendidikan konvensional, karena siswa memiliki kebebasan dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pendapat/tanggapan karena tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik langsung mengamati dan kemungkinan akan memberikan komentar, meremehkan, atau mencemoohkan pertanyaan maupun pernyataannya.
E-learning berbasis teknologi audio-video (multimedia) merujuk pada penggunaan teknologi berbasis suara, gambar diam, dan gambar gerak serta perpaduan suara dengan gambar diam maupun gambar gerak. Pembelajaran e-learning berbasis teknologi multimedia memungkinkan siswa untuk mendengar, melihat, dan terlibat tentang apa-apa yang dipelajari (interaktif) dan siswa dapat membuka pelajaran tersebut kembali di rumah dan dapat belajar sendiri. Dalam multimedia, pelajaran dapat dipelajari sendiri karena terdapat feedback dan dilengkapi animasi yang cukup menarik. Sehingga siswa akan termotivasi dalam belajarnya karena penyajiannya yang seperti permainan. Selain itu, sesuatu hal yang baru biasanya membuat seseorang lebih tertarik untuk mengetahui dan mencobanya
Menurut William Horton (dalam Sembel, 2004), e-learning merupakan kegiatan pembelajaran berbasis web (yang bisa diakses dari internet). Tidak jauh berbeda dengan itu Brown, 2000 dan Feasey, 2001 (dalam Siahaan, 2002) secara sederhana mengatakan bahwa e-learning merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (internet, LAN, WAN) sebagai metode penyampaian, interaksi, dan fasilitas yang didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar lainnya. Adapun menurut Newsletter of ODLQC, 2001 (dalam Siahaan, 2002) syarat-syarat kegiatan pembelajaran elektronik (e-learning) adalah:
a. Kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan dalam hal ini internet.
b. Tersedianya dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta belajar, misalnya CD-ROM atau bahan cetak.
c. Tersedianya dukungan layanan tutor yang dapat membantu peserta belajar apabila mengalami kesulitan.
d. Adanya lembaga yang menyelenggarakan/mengelola kegiatan e-learning.
e. Adanya sikap positif pendidik dan tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan internet.
f. Adanya rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/diketahui oleh setiap peserta belajar.
g. Adanya sistem evaluasi terhadap kemajuan atau perkembangan belajar peserta belajar.
h. Adanya mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga penyelenggara.
Setidaknya ada tiga fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu (dalam Siahaan, 2002):
1) Suplemen (tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen, apabila siswa mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi siswa untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, siswa yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
2) Komplemen (pelengkap)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen, apabila materi e-learning diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti materi e-learning diprogramkan untuk menjadi materi enrichment (pengayaan) atau remedial bagi siswa di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
Sebagai enrichment, apabila siswa dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka diberikan kesempatan untuk mengakses materi e-learning yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.
Sebagai remedial, apabila siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka di kelas. Tujuannya agar siswa semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.
3) Substitusi (pengganti)
Tujuan dari e-learning sebagai pengganti kelas konvensional adalah agar siswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan Pembelajaran sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari. Ada 3 (tiga) alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat diikuti siswa: (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet.
Model yang dapat dikembangkan berbentuk offline, real time, dan online. Model online ini dapat dilaksanakan dalam bentuk non interactive, semi interactive, serta fully interactive (Risdianto, 2008). Model di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Model off-line:
Materi disampaikan melalui jasa pos, media masa, dan media bahan dapat berupa CD-ROM, buku, modul dan sebagainya.
b. Model online non-interactive
Materi disampaikan melalui web, dan dipasang pada salah satu server, CD-ROM dipasang pada ftp-server. Format materi bisa dalam bentuk text, doc. atau pdf, dan diskusi dapat dilakukan melalui mailing list/web board;
c. Model online semi-interactive
Menggunakan basis web atau videoconference, materi disampaikan melalui web, dan dipasang pada salah satu server, CD-ROM dipasang pada ftp-server, atau dilaksanakan langsung melalui broadcast. Web menyediakan chat, untuk alternatif diskusi interaktif; (d) Model online fully-interactive: menggunakan basis video-conference: materi disampaikan secara langsung dengan jaringan multimedia (video, audio, text, chatboard). Pembelajaran dapat dilakukan secara paralel, tanpa batasan jarak (any where) dan dapat saling berinteraksi, melalui jaringan multimedia. Diskusi dapat dikerjakan langsung, melalui jangan multimedia yang tersedia, any time, any where, dan anything.

2.2. Program Pembelajaran Fisika Berbasis Komputer
Komputer dalam pembelajaran fisika dapat digunakan sebagai alat bantu percobaan, simulasi, demonstrasi, dan juga alat hitung. Simulasi komputer dengan topik bahasan fisika dapat membantu siswa lebih mengerti persoalan yang dipelajari. Simulasi komputer mempunyai beberapa keuntungan, antara lain : (1) praktikum fisika yang sulit dan bahannya mahal dapat diganti dengan simulasi yang lebih murah dan lebih jelas, (2) siswa dapat mengulangi simulasi sendiri tanpa bantuan guru.
Menurut Sutopo (2003), hal terpenting yang perlu dipertimbangkan dalam menggunakan program pembelajaran fisika berbasis komputer yaitu (1) ketersediaan program pembelajaran untuk suatu topik tertentu. Seringkali program pembelajaran yang kita butuhkan tidak tersedia dipasaran, kalaupun ada biasanya buatan luar negeri dan isinya kurang sesuai dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia. (2) Maksud dan tujuan. Penggunaan program pembelajaran akan efektif bila sudah dirumuskan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai, misalnya untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang diajarkan dengan memberikan soal tes berjenjang dari yang sederhana sampai yang kompleks, selain itu dapat juga tujuan dikaitkan dengan pemahaman konsep dengan bantuan simulasi dan visualisasi. (3) kesiapan siswa untuk mengoperasikan program pembelajaran tersebut dan (4) ketersediaan komputer pendukung. Pengalaman selama ini ketika menggunakan program pembelajaran berbasis komputer adalah bahwa pemakaian program pembelajaran tersebut sebagai pelengkap materi yang telah disampaikan oleh guru. Sedangkan pelaksanaanya dapat dilakukan diluar jam pelajaran di laboratorium komputer dengan atau tanpa bantuan guru. Jika memungkinkan program pembelajaran tersebut dapat pula dibuka di rumah bagi siswa yang telah memiliki komputer. Siswa dapat memahami isi materi dan mencoba soal latihan yang ada.

2.3. Ciri-ciri Program Multimedia Pembelajaran Interaktif
Program dibuat dengan tujuan untuk menghasilkan sebuah paket program yang dapat memberi peluang kepada siswa untuk browse (download) dan menjelajahinya. Terdapat banyak judul CD yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Ciri-ciri yang perlu ada dalam Program Multimedia Pembelajaran interaktif adalah sebagai berikut : (a). Pencarian menggunakan kata kunci, indeks atau ringkasan mudah dilaksanakan (b). Mudah untuk install (c). Mudah digunakan dan mudah dipahami (d). Dapat mengikuti keinginan pengguna (flexible) (e). Interaktif (f). Kooperatif (g). Kit pembelajaran mandiri.
(http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/OudaTedaEna.doc)

2.4. Kelebihan E-Learning
Bila dibandingkan dengan traditional learning (sistem konvensional), banyak sekali manfaat yang dapat dirasakan dengan adanya e-learning. Pembelajaran untuk suatu subjek dapat diakses dimanapun dan kapanpun, hanya cukup dengan syarat ada komputer dan terhubung ke jaringan internet. Dengan e-learning, kita dapat mengikuti dan mengembangkan pola dan cara belajar kita sendiri tanpa dibatasi oleh jadwal pertemuan atau ruang kelas (fleksibel). E-learning tentunya dapat pula membantu menghemat biaya pendidikan dibandingkan dengan kegiatan proses belajar mengajar (PBM) seperti biasanya. Tidak hanya itu, keefektifan dan keefisienan dalam penggunaan waktu juga tetap terjaga, mempermudah interaksi antara siswa dengan bahan/materi pelajaran
Dengan munculnya e-learning, memberikan warna baru dalam proses pembelajaran fisika di kelas. Pengajar dalam hal ini guru Sains (Fisika) banyak menjumpai kesulitan jika di laboratoriumnya tidak tersedia alat-alat untuk praktikum. Mereka berangggapan jika tidak ada alat yang tersedia maka praktikum lebih baik tidak dilaksanakan. Tetapi jika guru menggunakan bantuan e-learning, dalam internet sudah banyak tersedia animasi interaktif yang menyediakan fasilitas alat-alat praktikum yang dapat digunakan. Guru bisa langsung online ke web yang dituju terus men-download program yang diinginkan. Alat-alat praktikum yang dirasa mahal untuk dibeli ternyata bisa diganti dengan animasi komputer yang canggih dan sederhana. Program yang sering digunakan antara lain: Macromedia Flash, Java Applet, dan lain sebagainya. Selain men-download dari internet, kita juga dapat menggunakan CD pembelajaran yang sudah banyak beredar.
Kelebihan yang paling menonjol dari pembelajaran menggunakan komputer dalam hal ini e-learning adalah kemampuan siswa untuk dapat belajar mandiri. Karena sifat komputer yang lebih personal/individu, dapat membantu siswa untuk belajar mandiri dengan atau tanpa bimbingan langsung dari gurunya. Guru dalam hal ini pembelajaran dengan e-learning, dapat melaksanakan pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung. Dengan kata lain, dengan atau tanpa gurupun pembelajaran secara mandiri tetap bisa berlangsung. Menurut Sutopo (2003), penggunaan multimedia dapat menghasilkan pembelajaran yang efektif, karena mengabungkan secara interaktif dari beberapa komponen seperti teks, chart, audio, video, animasi, simulasi atau foto.
Arsyad (2002) menyatakan bahwa media pembelajaran dengan komputer dapat menampilkan dengan baik berbagai simulasi, visualisasi, konsep-konsep, dan multimedia yang dapat diakses user (siswa) sesuai dengan yang diinginkan sehingga visualisasi yang bersifat abstrak dapat ditampilkan secara konkrit dan dipahami secara mendalam. Maka dengan menggunakan e-learning, siswa mendapatkan kemudahan dalam mengatasi pembelajaran fisika yang banyak menampilkan visualisasi yang bersifat abstrak. Media pembelajaran ini dapat menampilkan konsep yang bersifat abstrak ke dalam konsep yang bersifat konkrit sehingga pemahaman siswa lebih mendalam.
Dalam Jurnal Physics Education, Clinch dan Richards (2002) menyatakan bahwa dalam penggunaan e-learning dengan program java applet yang didownload dari internet sangat baik dalam pembelajaran fisika untuk percobaan/praktikum. Penelitiannya membuktikan bahwa pembelajaran dengan e-learning program java applet dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memvisualisasikan gambar yang bersifat abstrak menjadi konkrit dan tidak hanya dibayangkan saja. Tampilan program dalam e-learning juga dapat digunakan untuk memancing siswa berdiskusi tentang materi atau konsep yang ditampilkan pada layar monitor.
Menurut Asep Herman Suyanto (2005) kelebihan e-learning antara lain: (1), Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. (2), Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. (3), Siswa dapat belajar atau mereview bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. (4), Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. (5), Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.(6), Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. (7), Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional.

2.6. Kelemahan E-Learning
Ada beberapa kelemahan dalam e-learning yang sering menjadi pembicaraan, antara lain kemungkinan adanya kecurangan, plagiasi, dan pelanggaran hak cipta. Kuldep Nagi dari Amerika, memberikan ide untuk mengaktifkan diskusi kelompok secara online dan membatasi kadaluwarsa soal-soal ujian.
Selain itu, pengajar (guru) juga harus memberikan interaksi yang responsif dan berkelanjutan untuk mengenal siswa lebih jauh dan dapat melihat minatnya, memberikan ujian berupa analisa atas suatu kasus yang berbeda, serta memintanya untuk menjelaskan logika yang menjadi analisa tersebut. Emil Marais dan Basie von Solms dari Afrika Selatan menambahkan perlunya penyediaan alat bantu untuk membatasi akses ilegal ke dalam proses pembelajaran, baik dengan menggunakan password ataupun akses dari nomor IP (Internet Protocol) tertentu untuk mengurangi kecurangan dalam praktik e-learning.
Kelemahan yang paling mendasar dari e-learning adalah kecurangan, plagiasi, dan pelanggaran hak cipta. Sesuai data dari Microsoft Corporation, pada tahun 2006 Indonesia menduduki peringkat ke dua terbesar dalam pembajakan di dunia maya (internet) pada khususnya dan penggunaan software di PC (Personal Computer) pada umumnya. Hal tersebut membuktikan bahwa internet dalam hal ini e-learning masih banyak sekali kekurangannya. Menurut Bullen dalam Asep Herman Suyanto (2005), e-learning memiliki kekurangan dalam proses pembelajaran antara laian : (1), Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar. (2), Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. (3), Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. (4), Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT. (5), Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. (6), Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.(7), Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan internet. (8), Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

BAB III
KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan mengenai pembelajaran melalui e-learning, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan. Kemajuan pesat teknologi informasi masa kini menyebabkan perubahan definisi electronic learning atau disingkat e-learning. Pada awalnya media pembelajaran masih berbantu komputer dengan hanya tampilan dan slide saja, dan sekarang dengan kemajuan dunia web di internet, media pembelajaran semakin inovatif dengan menggabungkan teknologi berbasis suara, gambar diam, dan gambar gerak serta perpaduan suara dengan gambar diam maupun gambar gerak. Pembelajaran elektronik atau e-learning ini berbasis teknologi multimedia interaktif yang memungkinkan siswa untuk mendengar, melihat, dan terlibat tentang apa-apa yang dipelajari (interaktif) dan siswa dapat membuka pelajaran tersebut kembali di rumah dan dapat belajar sendiri.
Pembelajaran dengan menggunakan e-learning mempunyai kelebihan dalam hal belajar mandiri. Dengan e-learning, siswa bisa lebih leluasa secara mandiri melakukan pembelajaran tanpa bimbingan guru secara langsung. Dengan belajar mandiri melalui e-learning, siswa dapat memahami konsep-konsep fisika yang bersifat abstrak menjadi lebih konkrit karena penggunaan multimedia interaktif di internet. Dengan e-learning, guru juga dapat melaksanakan praktikum jika alat-alat di laboratorium tidak tersedia. Praktikum bisa diganti dengan multimedia interaktif yang lebih sederhana dan konkrit.
Selain mempunyai beberapa kelebihan, e-learning juga mempunyai beberapa kelemahan mendasar, diantaranya sebagai berikut: masih banyaknya kecurangan, plagiasi, dan pelanggaran hak cipta. Program-program dalam e-learning juga harus melibatkan jaringan internet ataun Personal Computer (PC) yang lumayan canggih agar program bisa berjalan dengan baik.
Baca Selanjutnya »»

INOVASI DAN PERUBAHAN PENDIDIKAN


       Perubahan Dasar Pendidikan di definiskan oleh Micheal Fullan dan Harold Koontz serta Heinz Weihrich. Menurut Michael Fullan (1998 ) menyatakan faktor yang menyebabkan perubahan dasar pendidikan yaitu : (1). Perubahan mendadak yang melibatkan bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan lain-lain. (2). Pendidikan dilihat mampu menyelesaikan seluruh masalah. Masyarakat menginginkan mampu menghadapi masalah dan tidak ingin ketinggalan. Pendidikan menjadi sasaran perubahan terpenting. (3). Tekanan luar yang dibawa masuk seperti pengimporan teknologi baru dan nilai serta penghijrahan penduduk.
Contohnya penghijrahan penduduk Eropa ke benua Amerika memerlukan inovasi dalam pendidikan karena nilai pendidikan di Eropa tidak lagi sesuai dengan benua Amerika.
Sedangkan menurut Harold Koontz dan Heinz Weihrich, faktor perubahan pendidikan bertitik tolak dari : Peningkatan penggunaan komputer khususnya komputer mikro menghendaki guru dan pelajar mempelajari ilmu komputer. Contohnya ialah Bill Gates yang menjadi milyuner dunia di karenakan perusahan Microsoft menguasai bidang teknologi komputer. Ini diikuti dengan negara India yang semakin menguasai bidang ini. Selain itu industri dan teknologi dapat mengurangkan tingkat kemiskinan, pengangguran dan kelaparan di negara India.
Perbedaan antara perubahan (change) dan inovasi (innovation) menurut Nichols (1983:4) bahwa perubahan mengacu kepada kelangsungan penilaian, penafsiran dan pengharapan kembali dalam perbaikan pelaksanaan pendidikan yang ada yang diangap sebagai bagian aktivitas yang biasa. Sedangkan inovasi menurutnya adalah mengacu kepada ide, obyek atau praktek sesuatu yang baru oleh seseorang atau sekelompok orang yang bermaksud untuk memperbaiki tujuan yang diharapkan.
Adapun faktor-faktor  yang menyebabkan perubahan pendidikan secara umum antara lain :
  1. Faktor Teknologi
  2. Gaya Hidup
  3. Persaingan
  4. Perubahan dasar politik
  5. Perubahan dasar struktur Ekonomi
  6. Perubahan lapangan Kerja
Pemanfaatan teknologi informasi dalam dunia pendidikan semakin pesat. Penggunaan teknologi informasi sebagai sumber belajar dan media pembelajaran merupakan cara yang diharapkan efektif menanggulangi kelemahan persoalan pembelajaran yang masih bersifat konvensional. Kemajuan komputer, televisi, radio, telepon, internet menjadi kesatuan inovasi dalam pembelajaran yang di kenal sekarang dengan istilah E-learning (elektronik Learning). E-learning di definisikan sebagai upaya menghubungkan pembelajar (siswa) dengan sumber belajar (data base, pakar/guru, perpustakaan) yang secara fisik terpisah atau bahkan berjauhan. Interaktivitas dalam hubungan ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung (Udin Saefudin 2008:185).
Perubahan sistem sosial, ekonomi dan politik suatu negara telah berkembang bertahap. Perubahan ini juga terjadi pada masyarakatnya sehingga terjadi perubahan sikap, sifat atau gaya hidup individu sebagai akibat perubahan kehidupan masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Adanya modernisasi pendidikan menunjukkan telah berkembangnya inovasi pendidikan.
Proses dan tahapan perubahan itu ada kaitannya dengan masalah menurut Idris HM. Noor dalam (www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/) :
  1. Pengembangan (development),
  2. Penyebaran (diffusion),
  3. Diseminasi (dissemination),
  4. Perencanaan (planning),
  5. Adopsi (adoption),
  6. Penerapan (implementation)
  7. Evaluasi (evaluation)
Dalam inovasi pendidikan, secara umum dapat diberikan dua buah model inovasi yang baru yaitu: 1). Top-down model yaitu inovasi pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya inovasi pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ini. 2). Bottom-up model yaitu model inovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan.
Pelaksanaaan inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri. Inovasi pendidikan seperti yang dilakukan di Depdiknas cenderung merupakan "Top-Down Inovation". Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebagainya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya. Model itu kebalikan dari model inovasi yang diciptakan berdasarkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau masyarakat yang umumnya disebut model "Bottom-Up Innovation". Model yang kedua ini jarang dilakukan di Indonesia selama ini karena sistem pendidikan yang sentralistis (Idris HM. Noor dalam www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026/)
Banyak contoh inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas selama beberapa dekade terakhir ini, seperti cara belajar siswa aktif (CBSA), sekolah kecil, sistem belajar jarak jauh, KBK, KTSP, sekolah standar nasional (SSN), dan lain-lain. Namun inovasi yang diciptakan oleh Depdiknas hanya berjalan dengan baik pada waktu berstatus sebagai proyek dan banyak yang tidak bertahan lama dan hilang begitu saja. Tidak sedikit model inovasi seperti itu, pada saat diperkenalkan atau bahkan selama pelaksanaannya banyak mendapat penolakan (resistance) bukan hanya dari pelaksana inovasi itu sendiri (di sekolah), tapi juga para pemerhati dan administrator pendidikan. Depdiknas saat ini melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang terdiri (1) standar isi, (2) standar kompetensi lulusan, (3) standar proses, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan.
Salah satu faktor menentukan efektifitas pelaksanaan inovasi pendidikan adalah ketepatan penggunaan strategi inovasi. Kennedy (1987:163) membicarakan tentang strategi inovasi yang dikutip dari Chin dan Benne (1970) menyarankan tiga jenis strategi inovasi, yaitu:
1.           Power Coercive (strategi pemaksaan)
Strategi pemaksaaan berdasarkan kekuasaan merupakan suatu pola inovasi yang sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah inovasi itu sendiri. Strategi ini cenderung memaksakan kehendak, ide dan pikiran sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi yang sebenarnya dimana inovasi itu akan dilaksanakan. Kekuasaan memegang peranan yang sangat kuat pengaruhnya dalam menerapkan ide-ide baru dan perubahan sesuai dengan kehendak dan pikiran-pikiran dari pencipta inovasinya. Pihak pelaksana yang sebenarnya merupakan obyek utama dari inovasi itu sendiri sama sekali tidak dilibatkan baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaannya. Para inovator hanya menganggap pelaksana sebagai obyek semata dan bukan sebagai subyek yang juga harus diperhatikan dan dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan dan pengimplementasiannya.
2.          Rational Empirical (empirik rasional)
Asumsi dasar dalam strategi ini adalah bahwa manusia mampu menggunakan pikiran logisnya atau akalnya sehingga mereka akan bertindak secara rasional. Dalam kaitan dengan ini inovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya. Strategi ini juga didasarkan atas pandangan yang optimistik seperti apa yang dikatakan oleh Bennis, Benne, dan Chin yang dikutip dari Idris HM. Noor dalam www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026.
Di sekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan akal yang sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi bukan berdasarkan pengalaman guru tersebut. Di berbagai bidang, para pencipta inovasi melakukan perubahan dan inovasi untuk bidang yang ditekuninya berdasarkan pemikiran, ide, dan pengalaman dalam bidangnya itu, yang telah digeluti berbualan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inovasi yang demikian memberi dampak yang lebih baik dari pada model inovasi yang pertama. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian dengan kondisi nyata di tempat pelaksanaan inovasi tersebut.
3.           Normative-Re-Educative (Pendidikan yang berulang secara normatif).
Jenis strategi inovasi yang ketiga adalah normatif re-edukatif (pendidikan yang berulang) adalah suatu strategi inovasi yang didasarkan pada pemikiran para ahli pendidikan seperti Sigmund Freud, John Dewey, Kurt Lewis dan beberapa pakar lainnya (Idris HM. Noor dalam www. infogue.com) yang menekankan bagaimana klien memahami permasalahan pembaharuan seperti perubahan sikap, skill, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia.
Dalam pendidikan, sebuah strategi bila menekankan pada pemahaman pelaksana dan penerima inovasi, maka pelaksanaan inovasi dapat dilakukan berulang kali. Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem belajar mengajar di sekolah, para guru sebagai pelaksana inovasi berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan. Kecenderungan pelaksanaan model yang demikian agaknya lebih menekankan pada proses mendidik dibandingkan dengan hasil dari perubahan itu sendiri. Pendidikan yang dilaksanakan lebih mendapat porsi yang dominan sesuai dengan tujuan menurut pikiran dan rasionalitas yang dilakukan berkali-kali agar semua tujuan yang sesuai dengan pikiran dan kehendak pencipta dan pelaksananya dapat tercapai.
Penerapan strategi inovasi pendidikan khususnya disekolah memerlukan petunjuk. Salah satu petunjuk penerapan strategi inovasi pendidikan menurut Udin saefudin (2008 :74-76) adalah :
Gunakan Metode atau Cara yang Memberi Kesempatan Untuk Berpatisipasi Secara Aktif dalam Usaha Merubah Pribadi Maupun Sekolah.  
Penerapan inovasi di sekolah akan berhasil jika masyarakat sekolah (kepala sekolah, guru, siswa dan warga sekolah lainnya) memperhatikan empat hal yakni :
1.       Tujuan diadakan inovasi di mengerti dan di terima oleh guru, siswa serta orang tua dan juga masyarakat. Harus dikemukakan dengan jelas mengapa perlu ada inovasi. Tujuan inovasi dirumuskan dengan jelas baik pengetahuan, ketrampilan atau sikap. Jika tujuan ditunjukkan jelas maka guru, siswa dan orang tua akan mudah memahami apa yang di harapkan oleh inovator. Usaha untuk memperjelas informasi inovasi perlu mendayagunakan segala fasilitas yang ada
2.      Motivasi positif harus digunakan untuk memberikan rangsangan agar mau menerima inovasi. Motivasi dengan ancaman, dengan mengajak agar orang orang mengikuti apa yang dilakukan, atau dengan menasehati agar orang menghindari kegagalan, belum tentu dapat berhasil. Kepandaian untuk menganalisa tujuan serta potensi hasil inovasi sangat diperlukan untuk memberikan motivasi yang tepat. Apakah tujuan memang merupakan hal yang sangat perlu atau yang pantas untuk di capai. Orang yang memberikan motivasi kepada orang lain harus memperhatikan adanya perbedaan individual.
3.       Setiap Individu dari masayarakat sekolah diberi kesempatan aktif mengambil keputusan menerima atau menolak inovasi. Mereka di beri kesempatan memikirkan dan mendiskusikan berbagai alternatif bagaimana cara pemecahan masalah dan memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Usahakan pemberian informasi yang sejelas-jelasnya tentang inovasi (apa, mengapa, dan bagaimana) dengan menggunakan fasilitas dan media yang ada. Demikian pula perlu di kumpulkan data tentang kondisi dan situasi sekolah yang berkaitan inovasi, kemudian data di analisa untuk menentukan cara atau posedur yang tepat dalampenerapan inovasi.
4.      Perlu direncanakan tentang evaluasi keberhasilan program inovasi. Kejelasan tujuan dan cara menilai keberhasilan inovasi merupakan motivasi yang kuat untuk menyempurnakan pelaksanaan inovasi.
Di samping keempat hal tersebut, perlu diperhatikan urutan langkah pelaksanaan program hendaknya dibuat dengan fleksibel. Jadwal kegiatan disusun disesuaikan dengan mengingat perbedaan individual baik dalam kemampuan, kesempatan dan kesibukan. Mereka diharapkan menyadari bahwa kegiatan tidak harus dalam jenis dan waktu yang sama. Yang sangat penting dibuat adalah kejelasan pembagian tugas; siapa yang harus mengerjakan apa dan kapan serta dimana. Dalam manajemen terkenal dengan pendekatan PERT (program-evaluation-review-technique). Perlu juga dipikirkan tentang kemungkinan terjadinya penyimpangan, kegagalan dan dipersiapkan cara menghindari penyimpangan penerapan inovasi.
Evaluasi terhadap keberhasilan program inovasi diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala yang yang umumnya mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan. Kendala-kendala tersebut seperti dalam inovasi kurikulum antara lain adalah (1) perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi (2). konflik dan motivasi yang kurang sehat (3). lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan (4). keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi (5). penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi (6) kurang adanya hubungan sosial dan publikasi (Subandiyah 1992) dikutip Idris HM. Noor dalam www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi. Untuk menghindari permasalahan tersebut di atas, dan agar mau berubah terutama sikap dan perilaku terhadap perubahan pendidikan yang sedang dan akan dikembangkan, sehinga inovasi itu diharapkan dapat berhasil dengan baik, maka guru, administrator, orang tua siswa, dan masyarakat umumnya harus dilibatkan.
   

KESIMPULAN
   
Inovasi pendidikan sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, tapi harus melibatkan semua unsur yang terkait di dalamnya, seperti inovator, penyelenggara inovasi seperti guru dan siswa. Disamping itu, keberhasilan inovasi pendidikan tidak saja ditentukan oleh satu atau dua faktor saja strategi penerapan inovasi dan metode, tapi juga oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas.
                Inovasi pendidikan yang berupa top-down model tidak selamanya bisa berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan oleh banyak hal antara lain adalah penolakan para pelaksana seperti guru yang tidak dilibatkan secara penuh baik dalam perencananaan maupun pelaksanaannya. Sementara itu inovasi yang lebih berupa bottom-up model dianggap sebagai suatu inovasi yang langgeng dan tidak mudah berhenti karena para pelaksana dan pencipta sama-sama terlibat mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan. Oleh karena itu mereka masing-masing bertanggung jawab terhadap keberhasilan suatu inovasi yang mereka ciptakan.
Baca Selanjutnya »»

Pembelajaran Sains Dengan Eksperimen

Ilmu pendidikan merupakan ilmu terapan yang melibatkan psikologi, sosiologi dan berbagai bahan kajian dalam pengajaran. Oleh karenanya filsafat pendidikan merupakan salah satu bagian dari filsafat ilmu seperti fisafat hukum, filsafat ilmu sosial dan filsafat IPA juga. Adapan komponen utama dalam pendidikan meliputi filsafat pendidikan teori, teori pendidikan dan praktek/proses pendidikan yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Filsafat pendidikan menurut EJ power bertujuan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasi proses mengajar dan belajar yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip pendidikan yang di dasari filsafat pendidikan. Sedangkan proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik (Anna Poedjiadi, 2001).
Guru, peserta didik dan bahan kajian merupakan tiga unsur penting proses belajar mengajar yang saling berkaitan. Oleh karena itu seorang guru dituntut memahami dan menguasai pengetahuan pedagogi yakni bagaimana ia seharusnya dan sebaiknya mengajarkan konsep-konsep tertentu agar memudahkan peserta didik memahaminya, disamping menguasai bahan materi disiplin ilmu yang diajarkannya. Tak terkecuali guru IPA sebagai salah satu mata pelajaran di jenjang pendidikan menengah di indonesia. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Oleh karena itu pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Sehingga pembelajaran IPA membutuhkan kerja laboratorium atau disebut juga eksperimen selain dengan metode ceramah yang umumnya dilakukan (BSNP, 2006).
Beberapa teori pendidikan, model, pendekatan atau konsep yang melandasi dan berkaitan pentingnya pembelajaran IPA dengan dengan ekperimen selain ceramah adalah sebagai berikut :
1. Metode inkuiri
2. Teori Kontruktivisme
3. Pendekatan Contecstual Teaching and Learning (CTL)
4. Pendekatan Keterampilan Proses Sains
5. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan lain lain
Mengingat banyaknya teori, model dan pendekatan yang mendukung penggunaan metode eksperimen dalam proses belajar mengajar sains (IPA) seperti tersebut diatas, disini penulis hanya menguraikan beberapa teori, model atau pendekatan dalam satu kaitan yang satu dengan yang lain yang mendukung pentingnya eksperimen dalam pembelajaran IPA di sekolah selain metode ceramah.

1. Metode Inkuiri dan Strategi Pembelajaran
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis (Schmidt, 2003) dalam Ibrahim (2007).
Dalam konteks pendidikan, inkuiri berarti mencari suatu temuan, teori atau konsep yang dilakukan oleh pelaku pendidikan. Dalam konteks yang lebih spesifik lagi yaitu dalam proses belajar mengajar, proses mengamati dan mencari tersebut dilakukan langsung oleh siswa dengan dibantu oleh guru mata pelajaran. Metode inkuiri merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk menemukan dan memecahkan suatu masalah yang diberikan guru.
Dalam pembelajaran, siswa melakukan belajarnya sendiri dari proses praktikum atau eksperimen yang dilakukannya dengan dibimbing secara intensif oleh guru mata pelajaran. Dalam hal ini guru membimbing, mengarahkan dan sebagai fasilisator. Siswa diberikan kebebasan bereksperimen untuk membuktikan rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang mungkin mereka alami. Dalam proses eksperimennya, siswa diarahkan untuk membandingkan atau menghubungkan temuannya dengan temuan ilmuan terdahulu atau teori yang ada. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa siswa akan menemukan sesuatu yang baru yang sebelumnya belum ada dalam teori.
Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya (Depdikbud, 1997) dalam Ibrahim (2007).
Berdasarkan komponen-komponen dalam proses inkuiri yang meliputi topik masalah, sumber masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan analisis data serta pengambilan kesimpulan. Bonnstetter (2000) membedakan inkuiri menjadi lima tingkat yaitu praktikum (tradisional hands-on), pengalaman sains terstruktur (structured science experiences), inkuiri terbimbing (guided inkuiri), inkuiri siswa mandiri (student directed inquiry), dan penelitian siswa (student research) dalam Ibrahim (2007).
Berdasarkan pendekatan yang digunakan, secara umum ada dua strategi pembelajaran yaitu strategi yang berpusat pada guru (teacher centre oriented) dan strategi yang berpusat pada peserta didik (student centre oriented). Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menggunakan strategi ekspositori, sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menggunakan strategi diskoveri inkuiri (discovery inquiry).
Pemilihan strategi ekspositori atau diskoveri inkuiri dilakukan atas pertimbangan karakteristik kompetensi yang menjadi tujuan yang terdiri dari sikap, pengetahuan dan keterampilan, serta karakteristik peserta didik dan sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu tidak ada strategi yang tepat untuk semua kondisi dan karakteristik yang dihadapi. Guru diharapkan mampu memilah dan memilih dengan tepat strategi yang digunakan agar hasil pembelajaran efektif dan maksimal.
Strategi ekspositori lebih mudah bagi guru namun kurang melibatkan aktivitas peserta didik. Kegiatan pembelajaran berupa instruksional langsung (direct instructional) yang dipimpin oleh guru. Metode yang digunakan adalah ceramah atau presentasi, diskusi kelas, dan tanya jawab. Namun demikian ceramah atau presentasi yang dilakukan secara interaktif dan menarik dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.
Strategi diskoveri inkuiri memerlukan persiapan yang sungguh-sungguh, oleh karena itu dibutuhkan kreatifitas dan inovasi guru agar pengaturan kelas maupun waktu lebih efektif. Kegiatan pembelajaran berbentuk Problem Based Learning yang difasilitasi oleh guru. Strategi ini melibatkan aktivitas peseserta didik yang tinggi. Metode yang digunakan adalah observasi, diskusi kelompok, eksperimen, ekplorasi, simulasi, dan sebagainya (BSNP, 2006).

2. Pembelajaran kontekstual dengan teori kontruktivisme
Pembelajaran kontektual atau contectual teaching and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (BSNP, 2006).
Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal.
Tujuh konsep utama pembelajaran kontekstual (BSNP, 2006), yaitu:
a. Constructivisme
 Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki
 Belajar berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya
 Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahu-an, bukan menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta didik. Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian peserta didik mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan kepuasan atas penemuannya itu.
b. Inquiry
 Siklus inkuiri: observasi dimulai dengan bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan menarik simpulan.
 Langkah-langkah inkuiri dengan merumuskan masalah, melakukan observasi, analisis data, kemudian mengomunikasikan hasilnya
c. Questioning
 Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik; menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik.
 Berguna bagi peserta didik sebagai salah satu teknik dan strategi belajar.
d. Learning Community
 Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif
 Belajar dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga kemampuan sosial dan komunikasi berkembang
e. Modelling
 Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh peserta didik seperti cara menggali informasi, demonstrasi, dan lain-lain.
 Pemodelan dilakukan oleh guru (sebagai teladan), peserta didik, dan tokoh lain.
f. Reflection
 Tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari
 Respon terhadap kejadian, aktivitas/pengetahuan yang baru
 Hasil konstruksi pengetahuan yang baru
 Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya
g. Autentic Assesment
 Menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan
 Berlangsung selama proses secara terintegrasi
 Dilakukan melalui berbagai cara (test dan non-test)
 Alternative bentuk: kinerja, observasi, portofolio, dan/atau jurnal

3. Pendekatan Keterampilan Proses Sains
Ditinjau dari segi proses, maka IPA memiliki berbagai keterampilan sains misalnya :
a. Mengidentifikasi dan menentukan variabel bebas dan terikat
b. Menentukan apa yang diukur
c. Keterampilan mengamati menggunakan sebanyak mungkin indera, mengumpulkan fakta yang relevan, mencari kesamaan dan perbedaan, serta mengklasifikasikan
d. Keterampilan dalam menafsirkan hasil pengamatan seperti mencatat secara terpisah setiap jenis pengamatan, dan dapat menghubung-hubungkan hasil pengamatan
e. Keterampilan menemukan suatu pola dalam seri pengamatan
f. Keterampilan dalam meramalkan apa yang akan terjadi berdasarkan hasil-hasil pengamatan
g. Keterampilan menggunakan alat atau bahan dan mengapa alat atau bahan itu digunakan.
h. Keterampilan dalam berkomunikasi seperti: menyusun laporan secara sistematis, menjelaskan hasil percobaan atau pengamatan
(BSNP, 2006)

Rustaman, N (1997) dalam Sidharta, mendefinisikan keterampilan proses sains sebagai keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori sains, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial. Keterampilan proses sains melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses sains, siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan dan perakitan alat. Interaksi dengan sesamanya dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan merupakan keterampilan sosial.

4. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM)
Sains-teknologi-masyarakat sebagai suatu program pendidikan untuk pertama kali diperkenalkan di indonesia pada tahun 1985. Latar belakang pemikiran program ini di Amerika Serikat adalah bahwa peserta didik yang telah belajar sains di sekolah tidak dapat menggunakan atau menerapkan konsep-konsep yang diperolehnya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya atau menganalisis isu-isu yang ada di masyarakat. Pengajaran sains dirasakan membosankan atau terlalu sukar (Anna Poedjiadi, 2001).
Di indonesia tujuan pendidikan nasional antara lain menghendaki agar dapat diciptakan insan-insan yang berperilaku kreatif. Perilaku ini amat diperlukan untuk menyelesaikan masalah, untuk mengadakan inovasi dan pengambilan keputusan berdasarkan nilai yang berkembang dalam masyarakat, sesuai karakteristik sosial budaya dan agamanya.
Langkah-langkah yang disarankan untuk pelaksanaan S-T-M di indonesia menurut Anna Poedjiadi ( 2001) adalah sebagai berikut:
1. Guru mengemukakan isu atau masalah aktual yang ada di masyarakat dan dapat diamati peserta didik. Isu tersebut di gali dari pendapat peserta didik
2. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan strategi belajar tertentu yang dapat dipilih guru sesuai dengan pedagogi materi pelajaran. Tahap ini disebut pembentukan konsep
3. Aplikasi konsep untuk menganalisis fenomena atau menyelesaikan masalah.
4. Guru mengadakan pemantapan konsep agar tidak terjadi miskonsepsi pada diri peserta didik.
5. Melaksanakan evaluasi. Evaluasi dilakukan secara berkelanjutan dan mencakup aspek proses, konsep, aplikasi konsep, kreativitas serta sikap.
Pendekatan S-T-M di indonesia di gunakan untuk topik-topik yang banyak terkait dengan kebutuhan dan fenomena di masyarakat. Jadi diharapkan pendekatan ini dapat meningkatkan kemampuan melaksanakan transfer belajar, daya analisis dan kreatifitas peserta didik dalam menyelesaikan masalah di lingkungan masyarakat.
Baca Selanjutnya »»

Mengapa IPA Perlu di Ajarkan Melalui Teori dan Eksperimen?

Untuk menjawab pertanyaan diatas secara utuh kita harus memahami terlebih dahulu apa makna dari IPA itu sendiri, apa kaitannya dengan belajar melalui teori dan belajar melalui eksperimen, kemudian bagaimana pandangan-pandangan Filsafat terhadap IPA sebagai ilmu pengetahuan dalam kaitannya dengan metode belajar melalui teori dan eksperimen ini.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau biasa juga disebut sains (science; dalam bahasa inggris) secara garis besar dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang objek telaahnya adalah alam dengan segala isinya, termasuk bumi, tumbuhan, hewan, manusia dan lain sebagainya. Berkaitan dengan pengertian IPA (sains) ini, banyak ahli pendidikan yang mengemukakan pendapatnya, yaitu antara lain :
• Anna Poedjiadji (pengantar filsafat ilmu bagi pendidik, 2001), sains atau disebut pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang secara logis, sistematis, melalui penelitian dengan metode ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
• Connant dalam science, Man and Society (dalam Anna Poedjiadi, pengantar filsafat ilmu bagi pendidik, 2001), menyatakan bahwa masyarakat awam memandang sains sebagai aktivitas manusia yang bekerja dalam laboratorium dan yang penemuannya memungkinkan berjalannya industri modern dan pembuatan obat-obatan secara besar-besaran.
• Suppe, seorang ahli Fisika (dalam Anna Poedjiadi, pengantar filsafat ilmu bagi pendidik, 2001), sains adalah pengetahuan tentang alam (natural world) yang diperoleh dari indra dengan dunia tersebut, dengan keterangan bahwa :
1. Observasi dilakukan melalui indera
2. Proses observasi mengandung interaksi dua arah antara orang yang mengobservasi dan yang diobervasi
• Kemeny, seorang ahli Filsafat (dalam Anna Poedjiadi, pengantar filsafat ilmu bagi pendidik, 2001), mendefinisikan sains sebagai semua pengetahuan yang diperoleh dengan metode ilmiah (meliputi siklus induksi, deduksi, verifikasi dan pencarian terus menerus)
• Dampier, seorang ahli sejarah ilmu kealaman (dalam Anna Poedjiadi, pengantar filsafat ilmu bagi pendidik, 2001), berpendapat bahwa sains merupakan fenomena yang teratur tentang alam dan studi rasional tentang kaitan antara konsep-konsep fenomena tersebut.
• M. Goldstein dan I.F Goldstein (dalam Anna Poedjiadi, pengantar filsafat ilmu bagi pendidik, 2001), menyatakan bahwa sains merupakan aktifitas yang ditandai oleh tiga hal, yaitu :
1. Suatu penulusuran untuk mencapai pengertian, untuk memperoleh jawaban yang memuaskan tentang beberapa aspek realitas.
2. Pengertian itu diperoleh dengan cara mempelajari prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang berlaku terhadap sebanyak mungkin fenomena
3. Hukum dan prinsip dapat diuji dengan eksperimen
• Encyclopedia Americana (dalam Anna Poedjiadi, pengantar filsafat ilmu bagi pendidik, 2001), mendefinisikan sains sebagai pengetahuan positif yang sistematik, atau diartikan juga sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui indera dan tersusun secara sistematik.
• Udin. S. Winata putra (Strategi Belajar Mengajar), IPA tidak hanya merupakam kumpulan-kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, melainkan juga merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan masalah. Ada tiga unsur utama IPA yaitu : sikap manusia, proses atau metoda dan hasil.
Dari Pengertian-pengertian diatas, kita dapat melihat bahwa IPA merupakan sebuah pengetahuan yang mengkaji fenomena alam secara sistematis melalui metode ilmiah, sehingga pengetahuan (produk) yang dihasilkannya memiliki validitas yang tinggi, dapat dipertanggung jawabkan dan bermanfaat. Jika dilihat dari prosesnya, pendidikan IPA sering dikaitkan dengan metode ilmiah dimana didalamnya terdapat kegiatan berpikir teoritis yang diikuti dengan kegiatan eksperimen/penelitian sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuannya. Hal ini sejalan dengan pandangan filsafat Kritisisme (pengetahuan berasal dari berpikir rasional dan dari pengalaman), mengenai pandangan filsafat ini akan dijelaskan kemudian.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang di kemukakan oleh pusat kurikulum Balitbang Depdiknas, mengatakan bahwa pembelajaran IPA, sangat berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga pembelajaran IPA bukan hanya sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Hal ini diperkuat juga oleh Mohamad Amien (1987) yang menyatakan bahwa belajar melalui proses mencari dan menemukan (penemuan) memungkinkan siswa untuk menggunakan segala potensinya (kognitif, afektif dan psikomotor), terutama proses mentalnya untuk menemukan sendiri (konstruktivisme) konsep-konsep atau prinsip-prinsip IPA serta dapat melatih proses mental lainnya yang mencirikan seorang ilmuwan.
Sehubungan dengan pernyataan diatas, maka pembelajaran IPA di sekolah seyogyanya tidak hanya dilakukan melalui kegiatan belajar secara teoritis saja (pandangan rasionalisme), dan tidak hanya dilakukan melalui kegiatan eksperimen saja (pandangan empirisisme), tapi dilakukan melalui kegiatan secara teoritis yang di ikuti dengan kegiatan eksperimen (pandangan kritisisme) sehingga dapat membangun dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang dimiliki siswa, baik itu dari segi kognitif (pengetahuan), Afektif (sikap) maupun psikomotor siswa. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pembelajaran IPA melalui kegiatan teoritis (Rasionalisme)
Pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan teoritis memang cukup baik, akan tetapi jika berdiri sendiri menjadi kurang efektif terutama untuk membangun kompetensi afektif dan psikomotor siswa. Pembelajaran yang hanya dilakukan melalui kegiatan teoritis ini dilandasi oleh filsafat rasionalisme, dimana menurut aliran ini sumber pengetahuan yang dapat dipercaya hanyalah akal (rasio), pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Menurut Descartes (bapak aliran rasionalisme), rasio adalah satu-satunya sumber pengetahuan, sedangkan kesan-kesan indrawi dianggap sebagai ilusi yang hanya dapat diatasi oleh kemampuan yang dimiliki rasio.
Dari pemaparan diatas, kita dapat melihat bahwa pembelajaran IPA tidak cocok apabila hanya dilakukan melalui kegiatan teoritis saja, hal ini sesuai dengan definisi IPA itu sendiri seperti yang dijelaskan sebelumnya dimana pengetahuan yang dihasilkannya harus valid dan dapat dipertanggung jawabkan melalui kegiatan metode ilmiah (termasuk eksperimen).
2. Pembelajaran IPA melalui kegiatan eksperimen (Empirisisme)
Banyak ahli pendidikan yang mengutarakan pendapatnya bahwa pembelajaran IPA yang dilakukan memalui kegiatan eksperimen lebih baik daripada kegiatan teoritis, karena disana ada keterlibatan langsung dari siswa untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Akan tetapi, sama halnya dengan kegiatan teoritis kegiatan eksperimenpun jika berdiri sendiri menjadi kurang efektif karena tanpa kajian teoritis siswa akan kebingungan baik dalam proses eksperimennya, pengolahan data maupun dalam penarikan kesimpulan. Pembelajaran yang hanya dilakukan melalui eksperimen ini (pengalaman langsung) dilandasi oleh filsafat empirisisme. Aliran empirisisme memiliki pandangan bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman karena pengalamanlah yang memberikan kepastian terhadap sesuatu hal, sedangkan akal merupakan alat/tools yang digunakan untuk mengolah pengalaman. Jadi, menurut pandangan ini kebenaran yang diperoleh haruslah bersifat a posteori/post to experience yang berarti setelah pengalaman. Salah satu tokoh aliran empirisisme ialah John Locke (1632-1704) yang terkenal dengan teori tabula rasa yang berarti setiap manusia diciptakan sama yaitu seperti kertas kosong (as a white paper), pengetahuan yang diperoleh seseorang tidak lain ialah berasal dari pengalaman hidupnya.
Dari pemaparan diatas, kita dapat melihat bahwa pembelajaran jenis inipun kurang efektif karena hanya mengandalkan pengalaman semata tanpa disertai dengan kajian teoritis, hal ini tidak sesuai dengan definisi IPA yang telah dibahas sebelumnya.
3. Pembelajaran IPA melalui kegiatan teoritis dan diikuti kegiatan eksperimen
Pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan teoritis dan diikuti dengan kegiatan eksperimen merupakan gabungan dari jenis kegiatan sebelumnya. Pembelajaran jenis ini dipandang lebih efektif dalam membangun dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang dimiliki siswa baik itu dalam segi kognitif, afektif maupun psikomotor karena dalam pembelajaran IPA yang dilakukan melalui kegiatan teoritis dan kegiatan eksperimen ini, siswa diberi kesempatan untuk bereksperimen dengan dukungan kajian teoritis sehingga pada akhirnya siswa dapat menemukan sendiri pengetahuanya.
Kefektifan pembelajaran melalui kegiatan teoritis dan eksperimen dapat dilihat dari piramida pengalaman yang menunjukan persentase pengalaman (ingatan) suatu kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan kajian teoritis dan eksperimen ini dilandasi oleh filsafat kritisisme yang dikembangkan oleh Emmanuel Kant (1724-1804). Aliran Kritisisme ini merupakan aliran yang menjembatani/ menghubungkan aliran rasionalisme yang mengutamakan akal dan aliran empirisisme yang mengutamakan pengalaman. Menurut aliran Kritisisme, syarat dasar bagi suatu pengetahuan adalah bersifat umum, namun sekaligus memberi pengetahuan yang baru. Empirisme memberikan putusan-putusan yang sintetis, jadi tidak mungkin empirisme memberikan suatu yang bersifat umum. Sebaliknya rasionalisme memberikan putusan-putusan yang analitis, jadi tidak memberikan suatu pengetahuan yang baru. (Hadiwijono, 1980 : 65-66). Jadi, menurut aliran kritisisme Empiri dan Rasio sama-sama merupakan sumber pengetahuan, yaitu kesan-kesan empiri di kontruksikan oleh rasio menjadi kategori-kategori sehingga menjadi pengetahuan. Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian dia mencoba mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), akan tetapi adanya pengertian mengenai sesuatu timbul dari pengalaman (emperisme).
Dari pemaparan diatas, dapat kita katakan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan teoritis dan diikuti eksperimen memiliki keefektifan yang lebih besar karena melibatkan proses berpikir siswa dan juga kreatifitas siswa dalam bereksperimen sehingga siswa dapat menemukan pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan aliran kontruktivisme yang dikemukakan oleh Giambattiasi Vico pada tahun 1710, aliran ini menyatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh seseorang merupakan hasil dari konstruksi individu (membangun pengetahuan sendiri) melalui interaksinya terhadap obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
Baca Selanjutnya »»

STRUKTUR ILMU, STRUKTUR TEORI DAN FILSAFAT FISIKA

Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benat-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa Latin scientia (pengetahuan). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme. Jadi pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. (Amsal Bakhtiar, 2004:12).
A. Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan Ilmu adalah pelukisan fakta-fakta pengalaman secara lengkap
dan konsisten dalam istilah-istilah yang sesederhana mungkin, pelukisan secara lengkap dan konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan analisa, melakukan pengklasifikasian dan melakukan pengujian (Sidi Gazalba, 1973. hal 54-55). Menurut Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak. Sedangkan menurut Karl Pearson, ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana. Sehingga dengan demikian, ilmu adalah kumpulan pengetahuan secara holistik yang tersusun secara sistematis yang teruji secara rasional, terbukti empiris, bersifat universal, objektif, dapat diukur dan terbuka.
Adapun perbedaan antara ilmu dan pengetahuan, adalah bahwa ilmu bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Ukuran kebenaran Ilmu adalah rasionalisme dan empirisme sehingga kebenaran ilmu bersifat Rasional dan Empiris. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu. Menurut Anna Poedjiadi (2001: 20), pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang secara logis, sistematik, melalui penelitian dengan metode ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Pengetahuan ilmiah ini disebut ilmu atau sains.
Struktur adalah cara bagaimana sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan. Van Peursen menggambarkan bahwa Ilmu itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur dasar tersebut tidak pernah langsung di dapat di alam sekitar. Lewat observasi ilmiah batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian digolongkan menurut kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Upaya ini tidak dilakukan dengan sewenang-wenang, melainkan merupakan hasil petunjuk yang menyertai susunan limas ilmu yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara berbeda-beda meresap sampai dasar ilmu.
Jujun Suriasumantri menyampaikan bahwa ilmu memiliki bangun struktur Menurut Jujun Suriasumantri ilmu dapat dianggap sebagai suatu sistem yang menghasilkan kebenaran. Ilmu juga mempunyai komponen-komponen yang berhubungan satu sama lain. Komponen dari sistem ilmu adalah : (1) perumusan masalah (2) pengamatan dan deskripsi (3) penjelasan; (4) ramalan dan kontrol (1981, hal 110-128). Sehingga dapat disimpulkan bahwa struktur ilmu adalah cara bagaimana kumpulan pengetahuan disusun secara sistematis, di uji secara rasional, terbukti empiris, yang akan menghasilkan kebenaran.
Tujuan ilmu pengetahuan, menurut James Mannoia (1980), adalah untuk menghasilkan generalisasi konseptual tentang pengalaman empiris. Sedangkan Fungsi ilmu/pengetahuan ilmiah adalah : (1). Menjelaskan (2). Meramal (3). Mengontrol
Sebagai contoh: Pengetahuan tentang kaitan antara hutan gundul dengan banjir memungkinkan kita untuk bisa meramalkan apa yang akan terjadi sekiranya hutan-hutan terus ditebang sampai tidak tumbuh lagi. sekiranya kita tidak menginginkan timbulnya banjir sebagaimana diramalkan oleh penjelasan tadi maka kita harus melakukan kontrol agar hutan tidak dibiarkan menjadi gundul. Demikian juga, jka kita mengetahui bahwa hutan-hutan tidak ditebang sekiranya ada pengawasan, maka untuk mencegah banjir kita harus melakukan kontrol agar kegiatan pengawasan dilakukan, agar dengan demikian hutan dibiarkan tumbuh subur dan tidak mengakibatkan banjir.

Perumusan masalah
Cara untuk menemukan dan merumuskan masalah adalah membangkitkan rasa kepekaan kita terhadap kesulitan tertentu yang diketahuinya. Ciri masalah keilmuan adalah 1). Masalah itu penting karena pemecahannya berguna. (2). Masalah harus tepat agar dapat tepat memilih fakta untuk penyelesaiannya (3). Masalah mesti dijawab dengan jelas dan dapat dijawab lewat penelaahan keilmuan.
Jika masalah dirumuskan dengan baik, hasil perumusan biasanya disebut hipotesis. Hipotesis adalah sebuah pernyataan yang dapat diuji tentang hubungan-hubungan sesuatu yang diselidiki yang mempunyai konsekuensi yang dapat kita jabarkan secara deduktif.
Pengamatan dan deskripsi
Klasifikasi, pemberian nama dan penataan sifat-sifat tertentu merupakan bagian dari pengamatan dan deskripsi. Pemeriksaan masalah untuk memungkinkan pengumpulan data dengan meninjau kepustakaan tentang apa yang telah di lakukan orang lain dimasa lalu. Selain itu pengamatan juga membutuhkan pengukuran dan teknologi.
Penjelasan
Penjelasan dalam ilmu pada dasarnya adalah menjawab pertanyaan “mengapa”. Terdapat empat cara berbeda untuk menjawab pertanyaan berbeda dalam menjawab mengapa. Empat tipe penjelasan tersebut yaitu:
1. Deduktif
Mempergunakan cara berpikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Probabilitas
Penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus yang dengan demikian tidak memberi kepastian dimana penjelasan bersifat peluang seperti “kemungkinan”, “kemungkinan besar”, atau “hampir dapat dipastikan”.
3. Fungsional/teleologis
Penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah pekembangan tertentu.
4. Genetik
Mempergunakan faktor-faktor yang timbul sebelumnya dengan menjelaskan gejala yang muncul kemudian.
Ramalan
Keragaman ilmu menyebabkan beberapa cara dalam mengemukakan ramalan dan kontrol yang disebakan masalah dan penjelasan masing-masing berbeda. Macam-macam ramalan tersebut antara lain (1) Hukum (2) proyeksi (3) Struktur (4) Institusional (5)Masalah (6) tahap (7) Utopia. Menurut James Mannoia (1980) terdapat perbedaan ramalan dan penjelasan yakni terletak pada tujuan dan prospek.
Perbedaan Logika Tujuan Prospek
Ramalan Deduktiv
(umum ke khusus) Membuat
Teori Teory selanjutnya Percobaan
(Umum) (Khusus)
Penjelasan Deduktiv
(umum ke khusus) Menggunakan
Teori Pertanyaan ke Jawaban
(khusus) (umum)

Menurut James Mannoia (1980) ada dua pendekatan umum bagaimana seseorang dapat memilah-milah arti dari istilah-istilah seperti teori, hipotesis, hukum, dan formula. Pendekatan tersebut adalah (1) Tingkat konfirmasi. (2) Tingkat pengamatan tertentu. Ketika, dalam melakukan ilmu pengetahuan, seorang ilmuwan menemukan apa yang mungkin menjadi jawaban atas masalahnya, jawaban sebagai percobaan dapat disebut sebagai hipotesis. Setelah jumlah yang masuk akal dari pengujian dan konfirmasi sukses, hipotesis itu dapat ''lulus" ke status teori. Akhirnya, setelah bertahun-tahun konsisten konfirmasi, ini mungkin disebut sebagai hukum. Sistem ini tampak sesuai seperti contoh-contoh tersebut sangat baik dikonfirmasi sebagai Hukum Gravitasi atau Hukum Snellius Pembiasan dan kurang dikonfirmasi Teori Relativitas.
Skema struktur dan proses pengetahuan ilmiah :
1. Teori
Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan menjadi suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Misalnya : teori ekonomi makro, teori ekonomi mikro, teori mekanika Newton, teori relativitas Einstein
Teori dapat disebut juga ide-ide yang paling umum, karena mereka "menjelaskan" berbagai fenomena yang tampaknya berbeda. Teori gravitasi Newton tidak hanya menjelaskan dampak dari bumi di dekat objek itu (seperti ditentukan sebagian oleh hukum gerak) tetapi juga efek dari semua benda-benda langit pada satu sama lain dan di bumi. Teori kemudian dapat dipahami mengandung sekelompok hukum terhubung ke satu sama lain dalam kerangka kerja. Tujuan akhir disiplin keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten.
2. Hukum
Hukum pada hakekatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variable atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat. Misalnya : teori ekonomi mikro terdiri dari hukum penawaran dan permintaan. Maka dapat disimpulkan bahwa : Teori adalah pengetahuan ilmiah yang memberikan penjelasan tentang mengapa suatu gejala-gejala terjadi sedangkan hukum adalah memberikan kemampuan kepada kita untuk meramalkan tentang “apa” yang mungkin terjadi. Dimana Teori dan Hukum merupakan “alat” kontrol gejala alam yang bersifat universal.
Teori-teori yang tingkat keumumannya rendah disatukan menjadi satu teori yang mampu mengikat keseluruhan teori-teori tersebut. Misalnya Teori yang dikemukakan oleh Ptolomeus, Copernicus, Johannes Keppler kemudian disatukan kedalam sebuah teori yang dikemukakan oleh Newton.
Ilmu teoritis terdiri dari sebuah sistem pernyataan. Dimana beberapa ilmu teoritis ini disatukan dalam sebuah konsep dan dinyatakan dalam sebuah teori. Makin tinggi tingkat keumuman suatu konsep maka makin “teoritis” konsep tersebut. Makin teoritis suatu konsep maka makin jauh pernyataan yang dikandungnya bila dikaitkan dengan gejala-gejala fisik yang tampak nyata.
Kegunaan praktis dari sebuah konsep yang bersifat teoritis baru dapat dikembangkan sekiranya konsep yang bersifat mendasar tersebut diterapkan pada masalah-masalah yang bersifat praktis. Sehingga kita sering mendengar konsep dasar dan konsep terapan yang diwujudkan dalam bentuk ilmu dasar/murni dan ilmu terapan serta penelitian dasar dan penelitian terapan.
3. Ragam Proposisi
Berbagai keterangan mengenai obyek sebenarnya itu dituangkan dalam pernyataan-pernyataan, petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan obyek sederhana itu. Memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomenon yang ditelaah. Dapat dibedakan menjadi tiga ragam proposisi yaitu sebagai asas, kaidah, dan teori.
1. Asas ilmiah: suatu asas atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati.
2. Kaidah ilmiah: suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena.
3. Teori ilmiah: suatu teori dalam scientific knowledge adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan mengenai sejumlah fenomena.
Prinsip merupakan pernyatan yang berlaku secara umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi, misalnya saja hukum sebab akibat sebuah gejala. Misalnya: prinsip Ekonomi, prinsip Kekekalan Energi. Postulat merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktian.
Kebenaran ilmiah pada hakikatnya harus disatukan lewat sebuah proses yang disebut metode ilmiah, tapi postulat ilmiah yang ditetapkan tanpa melalui prosedur ini melainkan ditetapkan secara begitu saja. Bila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang kebenarannya maka hal ini berlainan dengan asumsi yang harus ditetapkan dalam sebuah argumentasi ilmiah. Asumsi merupakan pernyataan yang kebenarannya secara empiris dapat diuji.

B. Filsafat Fisika
Fisika (Bahasa Yunani: φυσικός (physikos), "alamiah", dan φύσις (physis), "Alam") adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos.
Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hukum fisika. Fisika sering disebut sebagai "ilmu paling mendasar", karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang molekul dan zat kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh sifat molekul yang membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti mekanika kuantum, termodinamika, dan elektromagnetika.
Fisika juga berkaitan erat dengan matematika. Teori fisika banyak dinyatakan dalam notasi matematis, dan matematika yang digunakan biasanya lebih rumit daripada matematika yang digunakan dalam bidang sains lainnya. Perbedaan antara fisika dan matematika adalah: fisika berkaitan dengan pemerian dunia material, sedangkan matematika berkaitan dengan pola-pola abstrak yang tak selalu berhubungan dengan dunia material. Namun, perbedaan ini tidak selalu tampak jelas. Ada wilayah luas penelitan yang beririsan antara fisika dan matematika, yakni fisika matematis, yang mengembangkan struktur matematis bagi teori-teori fisika.
Fisika teoretis dan eksperimental
Budaya penelitian fisika berbeda dengan ilmu lainnya karena adanya pemisahan teori dan eksperimen. Sejak abad kedua puluh, kebanyakan fisikawan perseorangan mengkhususkan diri meneliti dalam fisika teoretis atau fisika eksperimental saja, dan pada abad kedua puluh, sedikit saja yang berhasil dalam kedua bidang tersebut. Sebaliknya, hampir semua teoris dalam biologi dan kimia juga merupakan eksperimentalis yang sukses.
Gampangnya, teoris berusaha mengembangkan teori yang dapat menjelaskan hasil eksperimen yang telah dicoba dan dapat memperkirakan hasil eksperimen yang akan datang. Sementara itu, eksperimentalis menyusun dan melaksanakan eksperimen untuk menguji perkiraan teoretis. Meskipun teori dan eksperimen dikembangkan secara terpisah, mereka saling bergantung. Kemajuan dalam fisika biasanya muncul ketika eksperimentalis membuat penemuan yang tak dapat dijelaska teori yang ada, sehingga mengharuskan dirumuskannya teori-teori baru. Tanpa eksperimen, penelitian teoretis sering berjalan ke arah yang salah; salah satu contohnya adalah teori-M, teori populer dalam fisika energi-tinggi, karena eksperimen untuk mengujinya belum pernah disusun.
Teori fisika utama
Meskipun fisika membahas beraneka ragam sistem, ada beberapa teori yang digunakan secara keseluruhan dalam fisika, bukan di satu bidang saja. Setiap teori ini diyakini benar adanya, dalam wilayah kesahihan tertentu. Contohnya, teori mekanika klasik dapat menjelaskan pergerakan benda dengan tepat, asalkan benda ini lebih besar daripada atom dan bergerak dengan kecepatan jauh lebih lambat daripada kecepatan cahaya. Teori-teori ini masih terus diteliti; contohnya, aspek mengagumkan dari mekanika klasik yang dikenal sebagai teori chaos ditemukan pada abad kedua puluh, tiga abad setelah dirumuskan oleh Isaac Newton. Namun, hanya sedikit fisikawan yang menganggap teori-teori dasar ini menyimpang. Oleh karena itu, teori-teori tersebut digunakan sebagai dasar penelitian menuju topik yang lebih khusus, dan semua pelaku fisika, apa pun spesialisasinya, diharapkan memahami teori-teori tersebut.
Teori Subtopik utama Konsep
Mekanika klasik
Hukum gerak Newton, Mekanika Lagrangian, Mekanika Hamiltonian, Teori chaos, Dinamika fluida, Mekanika kontinuum
Dimensi, Ruang, Waktu, Gerak, Panjang, Kecepatan, Massa, Momentum, Gaya, Energi, Momentum sudut, Torsi, Hukum kekekalan, Oscilator harmonis, Gelombang, Usaha, Daya

Elektromagnetik
Elektrostatik, Listrik, Magnetisitas, Persamaan Maxwell
Muatan listrik, Arus, Medan listrik, Medan magnet, Medan elektromagnetik, Radiasi elektromagnetis, Monopol magnetik

Termodinamika dan Mekanika statistik
Mesin panas, Teori kinetis
Konstanta Boltzmann, Entropi, Energi bebas, Panas, Fungsi partisi, Suhu

Mekanika kuantum
Path integral formulation, Persamaan Schrödinger, Teori medan kuantum
Hamiltonian, Partikel identik Konstanta Planck, Pengikatan kuantum, Oscilator harmonik kuantum, Fungsi gelombang, Energi titik-nol

Teori relativitas
Relativitas khusus, Relativitas umum
Prinsip ekuivalensi, Empat-momentum, Kerangka referensi, Waktu-ruang, Kecepatan cahaya


Bidang utama dalam fisika
Riset dalam fisika dibagi beberapa bidang yang mempelajari aspek yang berbeda dari dunia materi. Fisika benda kondensi, diperkirakan sebagai bidang fisika terbesar, mempelajari properti benda besar, seperti benda padat dan cairan yang kita temui setiap hari, yang berasal dari properti dan interaksi mutual dari atom. Bidang Fisika atomik, molekul, dan optik berhadapan dengan individual atom dan molekul, dan cara mereka menyerap dan mengeluarkan cahaya. Bidang Fisika partikel, juga dikenal sebagai "Fisika energi-tinggi", mempelajari properti partikel super kecil yang jauh lebih kecil dari atom, termasuk partikel dasar yang membentuk benda lainnya. Terakhir, bidang Astrofisika menerapkan hukum fisika untuk menjelaskan fenomena astronomi, berkisar dari matahari dan objek lainnya dalam tata surya ke jagad raya secara keseluruhan.
Bidang Sub-bidang Teori utama Konsep
Astrofisika
Kosmologi, Ilmu planet, Fisika plasma
Big Bang, Inflasi kosmik, Relativitas umum, Hukum gravitasi universal
Lubang hitam, Latar belakang radiasi kosmik, Galaksi, Gravitasi, Radiasi Gravitasi, Planet, Tata surya, Bintang

Fisika atomik, molekul, dan optik
Fisika atom, Fisika molekul, Optik, Photonik
Optik quantum
Difraksi, Radiasi elektromagnetik, Laser, Polarisasi, Garis spectral

Fisika partikel
Fisika akselerator, Fisika nuklir
Model standar, Teori penyatuan besar, teori-M
Gaya Fundamental (gravitasi, elektromagnetik, lemah, kuat), Partikel elemen, Antimatter, Putar, Pengereman simetri spontan, Teori keseluruhan Energi vakum

Fisika benda kondensi
Fisika benda padat, Fisika material, Fisika polimer, Material butiran
Teori BCS, Gelombang Bloch, Gas Fermi, Cairan Fermi, Teori banyak-tubuh
Fase (gas, cair, padat, Kondensat Bose-Einstein, superkonduktor, superfluid), Konduksi listrik, Magnetism, Pengorganisasian sendiri, Putar, Pengereman simetri spontan


Sejarah fisika
Sejak zaman purbakala, orang telah mencoba untuk mengerti sifat dari benda: mengapa objek yang tidak ditopang jatuh ke tanah, mengapa material yang berbeda memiliki properti yang berbeda, dan seterusnya. Lainnya adalah sifat dari jagad raya, seperti bentuk Bumi dan sifat dari objek celestial seperti Matahari dan Bulan.
Beberapa teori diusulkan dan banyak yang salah. Teori tersebut banyak tergantung dari istilah filosofi, dan tidak pernah dipastikan oleh eksperimen sistematik seperti yang populer sekarang ini. Ada pengecualian dan anakronisme: contohnya, pemikir Yunani Archimedes menurunkan banyak deskripsi kuantitatif yang benar dari mekanik dan hidrostatik.
Pada awal abad 17, Galileo membuka penggunaan eksperimen untuk memastikan kebenaran teori fisika, yang merupakan kunci dari metode sains. Galileo memformulasikan dan berhasil mengetes beberapa hasil dari dinamika mekanik, terutama Hukum Inert. Pada 1687, Isaac Newton menerbitkan Filosofi Natural Prinsip Matematika, memberikan penjelasan yang jelas dan teori fisika yang sukses: Hukum gerak Newton, yang merupakan sumber dari mekanika klasik; dan Hukum Gravitasi Newton, yang menjelaskan gaya dasar gravitasi. Kedua teori ini cocok dalam eksperimen. Prinsipia juga memasukan beberapa teori dalam dinamika fluid. Mekanika klasik dikembangkan besar-besaran oleh Joseph-Louis de Lagrange, William Rowan Hamilton, dan lainnya, yang menciptakan formula, prinsip, dan hasil baru. Hukum Gravitas memulai bidang astrofisika, yang menggambarkan fenomena astronomi menggunakan teori fisika.
Dari sejak abad 18 dan seterusnya, termodinamika dikembangkan oleh Robert Boyle, Thomas Young, dan banyak lainnya. Pada 1733, Daniel Bernoulli menggunakan argumen statistika dalam mekanika klasik untuk menurunkan hasil termodinamika, memulai bidang mekanika statistik. Pada 1798, Benjamin Thompson mempertunjukkan konversi kerja mekanika ke dalam panas, dan pada 1847 James Joule menyatakan hukum konservasi energi, dalam bentuk panasa juga dalam energi mekanika.
Sifat listrik dan magnetisme dipelajari oleh Michael Faraday, George Ohm, dan lainnya. Pada 1855, James Clerk Maxwell menyatukan kedua fenomena menjadi satu teori elektromagnetisme, dijelaskan oleh persamaan Maxwell. Perkiraan dari teori ini adalah cahaya adalah gelombang elektromagnetik.
Riset fisika mengalami kemajuan konstan dalam banyak bidang, dan masih akan tetap begitu jauh di masa depan. Dalam fisika benda kondensi, masalah teoritis tak terpecahkan terbesar adalah penjelasan superkonduktivitas suhu-tinggi. Banyak usaha dilakukan untuk membuat spintronik dan komputer kuantum bekerja.
Dalam fisika partikel, potongan pertama dari bukti eksperimen untuk fisika di luar Model Standar telah mulai menghasilkan. Yang paling terkenal adalah penunjukan bahwa neutrino memiliki massa bukan-nol. Hasil eksperimen ini nampaknya telah menyelesaikan masalah solar neutrino yang telah berdiri-lama dalam fisika matahari. Fisika neutrino besar merupakan area riset eksperimen dan teori yang aktif. Dalam beberapa tahun ke depan, pemercepat partikel akan mulai meneliti skala energi dalam jangkauan TeV, yang di mana para eksperimentalis berharap untuk menemukan bukti untuk Higgs boson dan partikel supersimetri.
Para teori juga mencoba untuk menyatikan mekanika kuantum dan relativitas umum menjadi satu teori gravitasi kuantum, sebuah program yang telah berjalan selama setengah abad, dan masih belum menghasilkan buah. Kandidat atas berikutnya adalah Teori-M, teori superstring, dan gravitasi kuantum loop.
Banyak fenomena astronomikal dan kosmologikal belum dijelaskan secara memuaskan, termasuk keberadaan sinar kosmik energi ultra-tinggi, asimetri baryon, pemercepatan alam semesta dan percepatan putaran anomali galaksi.
Meskipun banyak kemajuan telah dibuat dalam energi-tinggi, kuantum, dan fisika astronomikal, banyak fenomena sehari-hari lainnya, menyangkut sistem kompleks, chaos, atau turbulens masih dimengerti sedikit saja. Masalah rumit yang sepertinya dapat dipecahkan oleh aplikasi pandai dari dinamika dan mekanika, seperti pembentukan tumpukan pasir, "node" dalam air "trickling", teori katastrof, atau pengurutan-sendiri dalam koleksi heterogen yang bergetar masih tak terpecahkan. Fenomena rumit ini telah menerima perhatian yang semakin banyak sejak 1970-an untuk beberapa alasan, tidak lain dikarenakan kurangnya metode matematika modern dan komputer yang dapat menghitung sistem kompleks untuk dapat dimodelkan dengan cara baru. Hubungan antar disiplin dari fisika kompleks juga telah meningkat, seperti dalam pelajaran turbulens dalam aerodinamika atau pengamatan pola pembentukan dalam sistem biologi. Pada 1932, Horrace Lamb meramalkan:
“Saya sudah tua sekarang, dan ketika saya meninggal dan pergi ke surga ada dua hal yang saya harap dapat diterangkan. Satu adalah elektrodinamika kuantum, dan satu lagi adalah gerakan turbulens dari fluida. Dan saya lebih optimis terhadap yang pertama.”

Hukum fisika
Hukum fisika ialah generalisasi ilmiah berdasarkan pada observasi empiris. Hukum alam ialah kesimpulan yang diambil dari, atau hipotesis yang ditegaskan oleh eksperimen ilmiah. Penciptaan deskripsi ringkas alam dalam bentuk sejumlah hukum ialah tujuan fundamental sains. Sesungguhnya, hukum fisika dapat berlaku karena kehendak Tuhan.
Deskripsi
Beberapa sifat umum hukum fisika telah dikenali (lihat Davies (1992) dan Feynman (1965) dalam http://id.wikipedia.org sebagaimana yang diamati, walau masing-masing karakterisasi tak perlu asli dari mereka). Hukum fisika itu:
• Benar. Dengan definisi, takkan pernah ada pengamatan kontradiktif yang berulang.
• Universal. Mereka muncul untuk penerapan di manapun di alam. (Davies)
• Sederhana. Mereka khas ditunjukkan dalam istilah persamaan matematika sederhana. (Davies)
• Kekal. Tak berubah sejak pertama kali ditemukan (meski barangkali telah diperlihatkan untuk menjadi perkiraan dari hukum yang lebih akurat—lihat "hukum sebagai perkiraan" berikut), muncul dan tak berubah sejak awal semesta. (Davies)
• Mutlak (Davies)
• Secara umum konservatif dari kuantitas. (Feynman)
• Sering dicontohkan simetri. (Feynman)
• Khas secara teoretis berbalik dalam waktu (jika non-kuantum), walau waktu sendiri tak dapat berulang. (Feynman)

Sering, yang mengerti matematika dan konsepnya dengan baik cukup mengerti esensi hukum fisika juga merasa bahwa memilikikecemerlangan intyelektual yang menjadi sifatnya. Banyak ilmuwan menetapkan bahwa mereka menggunakan persepsinya dari kecemerlangan itu sebagai petunjuk mengembangkan hipotesis, sejak memandang menghubungkan antara kecemerlangan dan kebenaran.
Hukum fisika berbeda dari teori ilmiah dengan kesederhanaannya. Teori ilmiah memiliki banyak persamaan sifat sebagai hukum, namun umumnya lebih kompleks daripada hukum; mempunyai banyak komponen bagian, dan lebih mungkin berubah sebagai kumpulan data percobaan yang tersedia dan pengembangan analisis.
Beberapa hukum yang lebih terkenal ditemukan dalam teori (kini) mekanika klasik Isaac Newton, ada dalam bukunya Principia Mathematica, dan teori relativitas Albert Einstein. Contoh hukum alam lain termasuk hukum Boyle pada gas, hukum Ohm, 4 hukum termodinamika, dll.
Hukum sebagai ramalan
Di luar komunitas ilmiah, sering dianggap bahwa hukum alam telah dibuktikan melalui keraguan, dalam cara yang sama bahwa teorema matematika dapat dibuktikan. Bagaimanapun, tak begitu juga. Persis bahwa tiada hal pernah terlihat di mana secara terulang dilanggar. Selalu mungkin untuknya untuk dibuat tak berlaku dengan pengulangan, bukti percobaan yang bertentangan, tiap yang akan terlihat. Bagaimanapun, perubahan fundamental pada hukum tak mungkin besar-besaran, sejak ini akan menyatakan perubahan secara tak langsung pada susunan dasar semesta, yang akan hampir pasti membuatnya dengan segera tak dapat didiami; Jika hukum berubah, kita takkan di sini untuk mengamati.
Hukum yang berkedudukan kokoh telah sungguh dibuat tak berlaku dalam beberapa kasus khusus, namun formulasi baru yang diciptakan untuk menjelaskan ketidakcocokan dapat dikatakan menyamaratakan pada, daripada penggulingan, aslinya. Hukum yang tak berlaku itu telah ditemukan untuk menjadi satu-satunya perkiraan akhir, pada yang istilah atau faktor lain harus ditambahkan untuk menutupi yang sebelumnya tak terhitung-untuk syarat, contoh, skala waktu atau ruang yang lebih besar atau lebih kecil, kecepatan atau massa yang besar, dsb. Jadi, daripada pengetahuan yang tak berubah, sebenarnya hukum fisika lebih baik dipandang sebagai rangkaian memperbaiki perkiraan.
Contoh yang banyak diketahui ialah bahwa hukum gravitasi Newton: saat menggambarkan dunia secara akurat untuk pengamatan most pertinent, seperti gerakan obyek astronomi dalam tata surya, ditemukan tak sama saat diterapkan pada semata-mata massa atau kecepatan besar. Teori relativitas umum Einstein, bagaimanapun, secara akurat memegang interaksi gravitasi pada keadaan ekstrem itu, di samping jajaran yang dicakup hukum Newton. Rumus Newton untuk gravitasi masih digunakan dalam banyak keadaan, sebagai perkiraan yang lebih mudah untuk memperhitungkan dari hukum gravitasi. Hubungan yang mirip ada antara persamaan Maxwell dan teori elektrodinamika kuantum; ada beberapa kasus. Ini memberi kesan pertanyaan (tak terjawab) apakah ada hukum fisika yang akhirnya benar, atau apakah semuanya masih meneliti di mana panca indera dan perlengkapan rasional kita telah menghasilkan secara matematis perkiraan sederhana, benar dalam jajaran pengalaman manusia, pada rumus yang benar yang tak dapat diperoleh.
Keperluan, asal, dan keberadaan
Jika semesta chaos, keberadaan kehidupan sebagaimana yang diketahui takkan mungkin, sejak kerumitan yang diatur ialah ciri-ciri hidup yang tetap. Hukum alam menciptakan urutan di alam semesta, dan berakibat dalam lingkungan stabil secara umum yang, menurut asas antropis, ialah permisif hidup, termasuk kemanusiaan. Bagaimanapun, darimana hukum alam berasal dan ada, dan mengapa merupakan dari bentuk utama yang mereka, tak diketahui, dan dalam bidang metafisika.
Terkadang telah dikesankan bahwa hukum alam tidak nyata bahwa seluruhnya merupakan penemuan akal manusia, mencoba membuat pandangan semesta. Secara kuat ini disangkal oleh kemanjuran sains yang spektakuler kekuatannya untuk memecahkan sebaliknya masalah rumit, dan membuat perkiraan akurat dan dengan fakta bahwa hukum yang baru ditemukan secara khusus telah memberi kesan keberadaan fenomena yang tak diketahui sebelumnya, yang saat itu telah dinyatakan ada.

KESIMPULAN

Struktur ilmu dalam filsafat ilmu merupakan bagian yang penting dipelajari mengingat ilmu merupakan suatu bangunan yang tersusun bersistem dan kompleks. Melalui ilmu kita dapat menjelaskan, meramal dan mengontrol setiap gejala-gejala alam yang terjadi. Tujuan akhir dari disiplin keilmuan yaitu mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten.
Kegiatan ilmu pengetahuan menghasilkan hukum dan teori struktur dan makna yang dapat diperiksa. Dengan skema struktur dan proses pengetahuan ilmiah kita dapat membedakan beberapa istilah seperti hipotesis, postulat, hukum, formula dan teori. Makin tinggi tingkat keumuman suatu konsep maka makin teoritis konsep tersebut. Makin teoritis suatu konsep maka makin jauh penyataan yang dikandungnya.
Baca Selanjutnya »»